Minggu, 01 Februari 2015

sejarah tor sibujing rimaba soping padangsidempuan

assalamualaim saya hendra siregar .
kemarin  tanggal 1 februari 2015 saya mensurve salah satu goa belanda di tor simarbujing  letaknya di rimba soping padangsidempuan.. kurang lebih dari perjalanan 200 meter dari  pinggir jalan
dulu kata masyrakat disana kenapa dikatakan tor sibujing dulu, ditas bukit trsebut ada taman bunga  dan ketiga gadis kambung, dibilang bujing-bujing ke sana  pergi bermian ke sana  dan ketiga gadis tersebut itu hilang sampe sekarng gadis itu belum nampa , setiap bulan purnama katanya di goa itu sering memanggil orang dari tor sibujing, bakan masrakat pernah meliha sosok penampakam mahluk astrar di sana dan  kadang nampak sosok kuntilanak dan pocong
                                           ini adalah  pintu masuk goanya tor sibujing


                                   ini pintu sebagian goa, udah yg tertutup di pinggir tebing tor sibujing



                                     ini jalan menuju tor sibujing perjalan 200 meter dari pinggir jalan 



masih banyak  dinding dan struktur  bahwah dinding  itu adalah sebuah pengalan belanda 
didalam goa
ini foto saat saya msauk kedalam goa pintunya sangat sempit
masih banyak  lagi   pintu  masuk kedalam goa dan banyak cabangnya
sekiann perjalan saya menlusuri tor sibujing

Selasa, 06 Januari 2015

legenda ikan fatin

Pada zaman dahulu kala, di Tanah melayu tersebutlah seorang nelayan tua bernama Awang Gading.Dia tinggal seorang diri ditepi sebuah sungai yang luas dan jernih walaupun hidup seorang diri, Awang Gading selalu bahagia. Dia mensyukuri setiap nikmat yang diberikan Tuhan. Hari – harinya dihabiskan untuk mencari ikan dan mencari kayu dihutan.


Suatu hari, Awang Gading terlihat mengail disungai. Sambil berdendang riang, dia menunggui kailnya. Burung–burung turut berkicau menambah kegembiraan Awang Gading. Sudah berkali–kali umpannya dimakan ikan namun saat kailnya ditarik, ikannya terlepas” Air pasang telan keinsang air surut telan keperut renggutlah ...............! biar putus jangan rabut,” terdengar dendang Awang Gading melempar Pancingnya kembali. Perlahan hari beranjak petang, namun tidak seekor ikan pun diperolehnya.

“ Alangkah tidak beruntungnya diriku hari ini, “keluh Awang Gading. Awang Gading bergegas membereskan peralatan Pancingnya dan berniat pulang . tiba-tiba terdengar tanggisan bayi. Dengan perasaan agak takut, Awang Gading mencari asal suara tersebut. Tak lama kemudian  Awang Gading melihat bayi perempuan yang mungil tergolek diatas batu. Rupanya dia baru saja dilahirkan oleh ibunya. ‘Anak siapa gerangan? Kasihan, ditinggal seorang diri ditepi sungai, ‘Awang Gading berucap dalam hati. Awang Gading kemudian membawa pulang bayi perempuan tersebut.
   
Malam itu juga Awang Gading menghadap ketua kampungnya untuk memperlihatkan bayi yang ditemukannya. “Awang, berbahagialah, karna kamu di percaya raja penghuni sungai untuk memlihara anaknya. Rawatlah dia dengan baik,” pesan Tetua Kampung.
Keesokan harinya, Awang Gading mengadakan tasyakuran atas hadirnya bayi ditengah kehidupannya. Awang mengundang seluruh tetangganya. Awang Gading memberi nama bayi tersebut Dayang Kumunah. “Dayang sayang, anakku seorang.........cepatlah besar menjadi gadis dambaan,”dendang Awang Gading saat menimang-nimang Dayang Kumunah.

  
Sejak kehadiran Dayang, Awang bertambah rajin bekerja. Awang memberikan Kasih sayang dan perhatian yang melimpah untuk Dayang. Berbagai pengetahuan yang dimiliki Awang ditularkannya kepada Dayang. Tak lupa pelajaran budi pekerti juga diberikan disela-sela kesibukan Awang bekerja. Setiap hari diajaknya Dayang mengail atau mencari kayu untuk mengenal keindahan alam secara lebih dekat.
 
Waktu terus berjalan. Dayang Kumunah tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik dan berbudi. Dia juga rajin membantu bapaknya. Sayang, dayang kumunah tidak pernah tertawa. Suatu hari, seorang pemuda kaya bernama Awangku Usop singgah dirumah Awang Gading. Dia terpesona saat melihat kecantikan Dayang Kumunah. Tak lama kemudian Awangku Usop melamar Dayang kepada Awang Gading

Lamaran Awangku Usop diterima, tetapi Dayang Kumunah mengajukan Syarat.”Kanda Usop, sebenarnya kita berasal dari dua dunia yang berbeda. Saya berasal dari sungai dan mempunyai kebiasaan yang berlainan dengan manusia. Saya akan belajar menjadi seorang istri yag baik, tetapi jangan pernah minta saya untuk tertawa,” pinta Dayang Kumunah. Awangku Usop menyetujui syarat tersebut.
Pernikahan mereka diadakan dengan sebuah pesta yang sangat meriah. Semua tetangga dan kerabat kedua mempelai diundang. Aneka hidangan tersedia dengan melimpah. Seluruh kampung turut gembira menyaksikan pasangan pengantin itu. Dayang Kumunah gadis yang sangat cantik dan Awangku Usop seorang pemuda yang sangat tampan. Sungguh serasi dipandang mata.
Awangku Usop dan Dayang Kumunah hidup berbahagia. Namun kebahagiaan mereka tak berlangasung lama. Beberapa minggu setelah pernikahan, Awang Gading meninggal dunia. Hingga berbulan-bulan Dayang Kumunah terus Bersedih meskipun Awangku Usop selalu berusaha membahagiakan hati istrinya tersebut. Untunglah, kesediahan Dayang Kumunah segera terobati dengan kelahiran anak-anaknya yang berjumlah lima orang.
Meskipun kini telah memilki lima orang anak, Awangku Usop merasa kebahagiaan mereka belum lengkap sebelum melihat Dayang Kumunah tertawa. Memang, sejak pertama kali bertemu hingga kini Awangku Usop belum pernah melihat istrinya tertawa. Suatu hari, anak bungsu ,mereka mulai dapat berjalan tertatih-tatih. Semua anggota keluarga tertawa bahagia melihatnya, kecuali Dayang Kumunah. Awangku Usop meminta Dayang Kumunah ikut tertawa.
Dayang Kumunah menolaknya, namun suaminya terus mendesak. Akhirnya dituruti keinginan sang suami. Saat tertawa itu, tampaklah insan ikan dimulut Dayang Kumunah yang menandakan ia keturunan ikan. Setelah itu, Dayang segera berlari kearah sungai. Awangku Usop beserta anak-anaknya heran dan mengikutinya. Perlahan-lahan tubuh Dayang berubah menjadi ikan. Awangku Usop dan anak-anaknya ditinggalkannya. Awngku Usup telah mengingkari janjinya. Dia telah meminta Dayang Kumunah untuk tertawa, suatu hal yang terlarang baginya.
Awangku Usop segera menyadarinya kekhilafannya dan meminta maaf. Dia meminta Dayang Kumunah kembali kerumah mereka. Namun semua telah terlambat. Dayang telah terjun kesungai. Dia telah menjadi ikan dengan bentuk badan cantik dan kulit mengkilat tanpa sisik. Mukanya menyerupai raut manusia. Ekornya seolah-olah sepasang kaki yang bersilang. Orang-orang menyebutnya ikan patin
Sebelum menyelam kedalam air, Dayang berpesan, “ Kanda, peliharalah anak-anak kita dengan baik.” Awangku Usop dan anak-anaknya sangat bersedih. Mereka berjanji tidak akan makan ikan patin, karena dianggap sebagai keluarga mereka. Itulah sebabnya sebagian orang melayu tidak makan ikan patin.

foto makam dayang -dayang raja siak



 inilah foto makam dayang-dayang raja siak

kisah PUTRI KACA MAYANG

ini adalah foto  makam putri kaca mayang, tapi sayang pengunjung dan masrakt di situ kurang memperhatikanya
Alkisah ada sebuah kerajaan yang bernama Gasib. Kerajaan ini dipimpin oleh rajanya yang  bernama raja Gasib. Raja Gasib mempunyai seorang putri yang cantik jelita bernama Putri Kaca Mayang serta seorang panglima yang tangguh bernama Panglima Gimpam.
Kecantikan putri tersohor sampai ke berbagai negri,  tetapi tak ada satu pun yang berani melamar sang putri, karena Raja Gasib sangat disegani di kalangan raja-raja. Kecantikan putri Kaca Mayang, terdengar sampai ke telinga Raja Aceh.  Raja Aceh pun berniat  meminang sang putri. Maka, dipanggillah dua orang panglimanya untuk menyampaikan niatnya ke pada sang putri.
“Wahai panglimaku,” kata Raja Aceh, “Pergilah kalian ke kerajaan Gasib, sampaikan niatku yang ingin mempersunting putri Kaca Mayang.”
“Baik, Banginda Raja,  titah Baginda hamba laksanakan.”
Maka, berangkatlah dua utusan ini ke kerajaan Gasib. Akhirnya, sampailah mereka di kerajaan langsung menghadap Raja Gasib.
“Maaf baginda Raja Gasib yang bijaksana. Hamba utusan dari Kerajaan Aceh, ingin menyampaikan niat raja kami yang ingin mempersunting putri tuanku Baginda, Putri Kaca Mayang.”
“Wahai Panglima Raja Aceh, sampaikan kepada Raja kalian, bahwa saya tidak bisa menerima pinangan Raja kalian. Putri Kaca Mayang belum bersedia untuk dipersunting siapa pun. Sampaikan maaf saya kepada raja kalian,” sahut Raja Gasib dengan wibawanya.
Berangkatlah pulang dua utusan ini dan menyampaikan semua yang disampaikan Raja Gasib. Raja Aceh sangat marah dan merasa terhina atas penolakan lamaran ini. Maka, Raja Aceh yang memiliki sifat yang sombong berniat akan menculik sang putri dan memporakporandakan Kerajaan Gasib. Pasukan pun dipersiapkan untuk menyerang kerajaan Gasib.
Raja Gasib yang mengetahui kelicikan dan perangai Raja Aceh juga mempersiapkan pasukannya. Raja Gasib tahu akan ada penyerangan atas penolakan lamaran itu, dipanggillah panglima kebanggaannya.
”Wahai, Panglimaku Gimpam! Untuk menjaga kemungkinan serangan dari kerajaan Aceh, kamu saya utuskan menjaga di Kuala Gasib daerah Sungai Siak.“
“Hamba laksanakan titah Baginda Raja,” kata Panglima Gimpam.
Lalu berangkatlah Panglima Gimpan ke daerah Sungai Siak.
Rupanya, mata-mata raja Aceh ada di kerajaan Gasib. Raja Aceh mengetahui bahwa di kerajaan tidak dijaga panglima yang terkenal sakti itu. Raja Aceh pun mengatur strategi jahatnya.
Karena tidak mengetahui jalan kekerajaan Gasib, raja Aceh menemui seorang warga kerajaan di jalan. Bertanyalah Raja Aceh,”Hai, Anak muda,  tahukah kamu jalan menuju kerajaan Gasib?”
Karena melihat pasukan yang ramai berarti ingin menyerang kerajaan Gasib, pemuda inipun menjawab dengan berbohong,  “Ampun Tuanku, hamba tidak mengetahui jalan menuju kerajaan Gasib. Hamba penduduk baru negeri ini.”
Raja Aceh tahu kalau pemuda itu berbohong, dipanggillah pengawalnya untuk menghajar pemuda itu. Karena tak tahan, pemuda itu pun kemudian menunjukkan jalan menuju kerajaan Gasib.
Raja Aceh kemudian melanjutkan perjalanan menuju perkampungan sekitar kerajaan. Pasukannya membunuh setiap warga yang ia temui di jalan yang dilaluinya. Sungguh, perbuatannya teramat kejam. Akhirnya,  sampailan mereka  di istana.  Raja Aceh pun berhasil menculik Putri Kaca Mayang. Melihat hal ini, Raja Gasib tidak bisa berbuat apa-apa karena ini semua di luar dugaannya.
Berita ini pun kemudian sampai di telinga Panglima Gimpam. Bukan main marah dan murkanya panglima Gimpam. Panglima pun segera menuju kerajaan. Betapa sedih dan dendamnya panglima Gimpam, negerinya dirusak oleh pasukan Raja Aceh. Panglima Gimpam pun bersumpah akan membalas dendam dan akan membawa sang putri kembali ke istana.
Berangkatlah panglima Gimpam. Kedatangannya  disambut dengan Raja Aceh rupanya dengan pengawalan dua ekor gajah yang sangat besar. Raja Aceh tidak mengetahui kehebatan panglima Gimpam yang bisa menundukkan hewan, hingga panglima berhasil masuk ke kerajaan Aceh,
“Wahai raja Aceh kembalikan sang Putri kepada kami  atau kerajaan ini akan porak-poranda!”
“Baiklah akan saya kembalikan Putri Kaca Mayang!”kata Raja Aceh. “Kau memang hebat panglima Gimpam setelah kulihat denganmata kepalaku sendiri.”
Raja Aceh yang mengakui juga kehebatan panglima Gimpam, akhirnya menyerahkan sang putri kepada panglima Gimpam yang dalam keadaan sakit akibat penculikan itu. Pulanglah panglima Gimpam bersama sang putri dan pasukannya.
Dalam perjalanan, rupanya angin laut sangat kencang membuat Putri Kaca Mayang tidak bisa bernafas. Dari waktu ke waktu, sakitnya semakin parah. Putri pun berucap kepada panglima Gimpam sesampai mereka di sungai Kantan.
Dengan suara lemahnya putri berkata, “Panglima aku sudah tidak kuat lagi menahan sakit ini sampai menuju istana. Sampaikan maafku pada ayahanda Gasib dan semua keluarga istana,” ucap sang putri dengan suara yang semakin parau. Belum sempat panglima Gimpam berucap sang putri memejamkan matanya. Putri Kaca Mayang menghembuskan nafas terakhirnya di perairan Sungai Kuantan.
Betapa sedinya panglima Gimpam dan merasa bersalah tidak berhasil membawa Putri Kaca Mayang dalam keadaan hidup. Raja Gasib dan keluarga istana serta seluruh penduduk negri merasa berduka atas meninggalnya sang putri raja. Sang Putri Kaca Mayang akhirnya dimakamkan di dekat kerajaan Gasib.
Sejak kehilangan  putri tercintanya raja Gasib merasakan kesedihan yang dalam. Akhirnya raja Gasib memutuskan meninggalkan kerajaan, menyepi di gunung Ledeng, Malaka.
“Wahai panglimaku, aku memutuskan akan meninggalkan kerajaan ini untuk mengapus bayang-bayang terhadap putriku tercinta. Maka aku akan menyepi ke Gunung Ledeng. Jagalah kerajaan ini dengan bai!” begitu titah terakhir sang Raja kepada Panglima Gimpam.
Panglima Gimpam sangat bersedih karena Raja Gasib akan meninggalkan kerajaan. ”Baginda raja, kalau itu keputusan Baginda. Hamba akan laksanakan amanah yang Baginda berikan dan akan hamba jaga dengan baik kerajaan ini,” kata Gimpam.
Sementara kerajaan dititipkan kepada panglima kepercayaannya, pergilah raja Gasib menuju penyepiannya. Sekian lama ditinggalkan raja Gasib yang tak kunjung kembali dan kerajaan juga aman maka Panglima Gimpam pun mengambil keputusan akan meninggalkan kerajaan juga. Walaupun kerajaan itu sudah dititpkan padanya, tetapi Panglima tidak mau mengambil kesempatan menguasai kerajaan. Panglima Gimpam tidak mau bahagia di atas penderitaan orang lain.
Panglima Gimpam membuka lahan baru, di sebuah perkampungan baru, yang dinamainya Pekanbaru.
Hingga kini nama itu digunakan sebagai salah satu ibukota di Propinsi Riau yaitu kota Pekanbaru. Sampai akhirnya Panglima Gimpam juga wafat dan makamnya tidak jauh dari Pekanbaru sekitas 20 meter yang berada di Hulu Sail (daerah Pekanbaru).
- See more at: http://azam-riau.blogspot.com/2013/10/putri-kaca-mayang.html#sthash.D9kcfa5E.dpuf
Alkisah ada sebuah kerajaan yang bernama Gasib. Kerajaan ini dipimpin oleh rajanya yang  bernama raja Gasib. Raja Gasib mempunyai seorang putri yang cantik jelita bernama Putri Kaca Mayang serta seorang panglima yang tangguh bernama Panglima Gimpam.
Kecantikan putri tersohor sampai ke berbagai negri,  tetapi tak ada satu pun yang berani melamar sang putri, karena Raja Gasib sangat disegani di kalangan raja-raja. Kecantikan putri Kaca Mayang, terdengar sampai ke telinga Raja Aceh.  Raja Aceh pun berniat  meminang sang putri. Maka, dipanggillah dua orang panglimanya untuk menyampaikan niatnya ke pada sang putri.
“Wahai panglimaku,” kata Raja Aceh, “Pergilah kalian ke kerajaan Gasib, sampaikan niatku yang ingin mempersunting putri Kaca Mayang.”
“Baik, Banginda Raja,  titah Baginda hamba laksanakan.”
Maka, berangkatlah dua utusan ini ke kerajaan Gasib. Akhirnya, sampailah mereka di kerajaan langsung menghadap Raja Gasib.
“Maaf baginda Raja Gasib yang bijaksana. Hamba utusan dari Kerajaan Aceh, ingin menyampaikan niat raja kami yang ingin mempersunting putri tuanku Baginda, Putri Kaca Mayang.”
“Wahai Panglima Raja Aceh, sampaikan kepada Raja kalian, bahwa saya tidak bisa menerima pinangan Raja kalian. Putri Kaca Mayang belum bersedia untuk dipersunting siapa pun. Sampaikan maaf saya kepada raja kalian,” sahut Raja Gasib dengan wibawanya.
Berangkatlah pulang dua utusan ini dan menyampaikan semua yang disampaikan Raja Gasib. Raja Aceh sangat marah dan merasa terhina atas penolakan lamaran ini. Maka, Raja Aceh yang memiliki sifat yang sombong berniat akan menculik sang putri dan memporakporandakan Kerajaan Gasib. Pasukan pun dipersiapkan untuk menyerang kerajaan Gasib.
Raja Gasib yang mengetahui kelicikan dan perangai Raja Aceh juga mempersiapkan pasukannya. Raja Gasib tahu akan ada penyerangan atas penolakan lamaran itu, dipanggillah panglima kebanggaannya.
”Wahai, Panglimaku Gimpam! Untuk menjaga kemungkinan serangan dari kerajaan Aceh, kamu saya utuskan menjaga di Kuala Gasib daerah Sungai Siak.“
“Hamba laksanakan titah Baginda Raja,” kata Panglima Gimpam.
Lalu berangkatlah Panglima Gimpan ke daerah Sungai Siak.
Rupanya, mata-mata raja Aceh ada di kerajaan Gasib. Raja Aceh mengetahui bahwa di kerajaan tidak dijaga panglima yang terkenal sakti itu. Raja Aceh pun mengatur strategi jahatnya.
Karena tidak mengetahui jalan kekerajaan Gasib, raja Aceh menemui seorang warga kerajaan di jalan. Bertanyalah Raja Aceh,”Hai, Anak muda,  tahukah kamu jalan menuju kerajaan Gasib?”
Karena melihat pasukan yang ramai berarti ingin menyerang kerajaan Gasib, pemuda inipun menjawab dengan berbohong,  “Ampun Tuanku, hamba tidak mengetahui jalan menuju kerajaan Gasib. Hamba penduduk baru negeri ini.”
Raja Aceh tahu kalau pemuda itu berbohong, dipanggillah pengawalnya untuk menghajar pemuda itu. Karena tak tahan, pemuda itu pun kemudian menunjukkan jalan menuju kerajaan Gasib.
Raja Aceh kemudian melanjutkan perjalanan menuju perkampungan sekitar kerajaan. Pasukannya membunuh setiap warga yang ia temui di jalan yang dilaluinya. Sungguh, perbuatannya teramat kejam. Akhirnya,  sampailan mereka  di istana.  Raja Aceh pun berhasil menculik Putri Kaca Mayang. Melihat hal ini, Raja Gasib tidak bisa berbuat apa-apa karena ini semua di luar dugaannya.
Berita ini pun kemudian sampai di telinga Panglima Gimpam. Bukan main marah dan murkanya panglima Gimpam. Panglima pun segera menuju kerajaan. Betapa sedih dan dendamnya panglima Gimpam, negerinya dirusak oleh pasukan Raja Aceh. Panglima Gimpam pun bersumpah akan membalas dendam dan akan membawa sang putri kembali ke istana.
Berangkatlah panglima Gimpam. Kedatangannya  disambut dengan Raja Aceh rupanya dengan pengawalan dua ekor gajah yang sangat besar. Raja Aceh tidak mengetahui kehebatan panglima Gimpam yang bisa menundukkan hewan, hingga panglima berhasil masuk ke kerajaan Aceh,
“Wahai raja Aceh kembalikan sang Putri kepada kami  atau kerajaan ini akan porak-poranda!”
“Baiklah akan saya kembalikan Putri Kaca Mayang!”kata Raja Aceh. “Kau memang hebat panglima Gimpam setelah kulihat denganmata kepalaku sendiri.”
Raja Aceh yang mengakui juga kehebatan panglima Gimpam, akhirnya menyerahkan sang putri kepada panglima Gimpam yang dalam keadaan sakit akibat penculikan itu. Pulanglah panglima Gimpam bersama sang putri dan pasukannya.
Dalam perjalanan, rupanya angin laut sangat kencang membuat Putri Kaca Mayang tidak bisa bernafas. Dari waktu ke waktu, sakitnya semakin parah. Putri pun berucap kepada panglima Gimpam sesampai mereka di sungai Kantan.
Dengan suara lemahnya putri berkata, “Panglima aku sudah tidak kuat lagi menahan sakit ini sampai menuju istana. Sampaikan maafku pada ayahanda Gasib dan semua keluarga istana,” ucap sang putri dengan suara yang semakin parau. Belum sempat panglima Gimpam berucap sang putri memejamkan matanya. Putri Kaca Mayang menghembuskan nafas terakhirnya di perairan Sungai Kuantan.
Betapa sedinya panglima Gimpam dan merasa bersalah tidak berhasil membawa Putri Kaca Mayang dalam keadaan hidup. Raja Gasib dan keluarga istana serta seluruh penduduk negri merasa berduka atas meninggalnya sang putri raja. Sang Putri Kaca Mayang akhirnya dimakamkan di dekat kerajaan Gasib.
Sejak kehilangan  putri tercintanya raja Gasib merasakan kesedihan yang dalam. Akhirnya raja Gasib memutuskan meninggalkan kerajaan, menyepi di gunung Ledeng, Malaka.
“Wahai panglimaku, aku memutuskan akan meninggalkan kerajaan ini untuk mengapus bayang-bayang terhadap putriku tercinta. Maka aku akan menyepi ke Gunung Ledeng. Jagalah kerajaan ini dengan bai!” begitu titah terakhir sang Raja kepada Panglima Gimpam.
Panglima Gimpam sangat bersedih karena Raja Gasib akan meninggalkan kerajaan. ”Baginda raja, kalau itu keputusan Baginda. Hamba akan laksanakan amanah yang Baginda berikan dan akan hamba jaga dengan baik kerajaan ini,” kata Gimpam.
Sementara kerajaan dititipkan kepada panglima kepercayaannya, pergilah raja Gasib menuju penyepiannya. Sekian lama ditinggalkan raja Gasib yang tak kunjung kembali dan kerajaan juga aman maka Panglima Gimpam pun mengambil keputusan akan meninggalkan kerajaan juga. Walaupun kerajaan itu sudah dititpkan padanya, tetapi Panglima tidak mau mengambil kesempatan menguasai kerajaan. Panglima Gimpam tidak mau bahagia di atas penderitaan orang lain.
Panglima Gimpam membuka lahan baru, di sebuah perkampungan baru, yang dinamainya Pekanbaru.
Hingga kini nama itu digunakan sebagai salah satu ibukota di Propinsi Riau yaitu kota Pekanbaru. Sampai akhirnya Panglima Gimpam juga wafat dan makamnya tidak jauh dari Pekanbaru sekitas 20 meter yang berada di Hulu Sail (daerah Pekanbaru).
- See more at: http://azam-riau.blogspot.com/2013/10/putri-kaca-mayang.html#sthash.D9kcfa5E.dpuf


Alkisah ada sebuah kerajaan yang bernama Gasib. Kerajaan ini dipimpin oleh rajanya yang  bernama raja Gasib. Raja Gasib mempunyai seorang putri yang cantik jelita bernama Putri Kaca Mayang serta seorang panglima yang tangguh bernama Panglima Gimpam.
Kecantikan putri tersohor sampai ke berbagai negri,  tetapi tak ada satu pun yang berani melamar sang putri, karena Raja Gasib sangat disegani di kalangan raja-raja. Kecantikan putri Kaca Mayang, terdengar sampai ke telinga Raja Aceh.  Raja Aceh pun berniat  meminang sang putri. Maka, dipanggillah dua orang panglimanya untuk menyampaikan niatnya ke pada sang putri.
“Wahai panglimaku,” kata Raja Aceh, “Pergilah kalian ke kerajaan Gasib, sampaikan niatku yang ingin mempersunting putri Kaca Mayang.”
“Baik, Banginda Raja,  titah Baginda hamba laksanakan.”
Maka, berangkatlah dua utusan ini ke kerajaan Gasib. Akhirnya, sampailah mereka di kerajaan langsung menghadap Raja Gasib.
“Maaf baginda Raja Gasib yang bijaksana. Hamba utusan dari Kerajaan Aceh, ingin menyampaikan niat raja kami yang ingin mempersunting putri tuanku Baginda, Putri Kaca Mayang.”
“Wahai Panglima Raja Aceh, sampaikan kepada Raja kalian, bahwa saya tidak bisa menerima pinangan Raja kalian. Putri Kaca Mayang belum bersedia untuk dipersunting siapa pun. Sampaikan maaf saya kepada raja kalian,” sahut Raja Gasib dengan wibawanya.
Berangkatlah pulang dua utusan ini dan menyampaikan semua yang disampaikan Raja Gasib. Raja Aceh sangat marah dan merasa terhina atas penolakan lamaran ini. Maka, Raja Aceh yang memiliki sifat yang sombong berniat akan menculik sang putri dan memporakporandakan Kerajaan Gasib. Pasukan pun dipersiapkan untuk menyerang kerajaan Gasib.
Raja Gasib yang mengetahui kelicikan dan perangai Raja Aceh juga mempersiapkan pasukannya. Raja Gasib tahu akan ada penyerangan atas penolakan lamaran itu, dipanggillah panglima kebanggaannya.
”Wahai, Panglimaku Gimpam! Untuk menjaga kemungkinan serangan dari kerajaan Aceh, kamu saya utuskan menjaga di Kuala Gasib daerah Sungai Siak.“
“Hamba laksanakan titah Baginda Raja,” kata Panglima Gimpam.
Lalu berangkatlah Panglima Gimpan ke daerah Sungai Siak.
Rupanya, mata-mata raja Aceh ada di kerajaan Gasib. Raja Aceh mengetahui bahwa di kerajaan tidak dijaga panglima yang terkenal sakti itu. Raja Aceh pun mengatur strategi jahatnya.
Karena tidak mengetahui jalan kekerajaan Gasib, raja Aceh menemui seorang warga kerajaan di jalan. Bertanyalah Raja Aceh,”Hai, Anak muda,  tahukah kamu jalan menuju kerajaan Gasib?”
Karena melihat pasukan yang ramai berarti ingin menyerang kerajaan Gasib, pemuda inipun menjawab dengan berbohong,  “Ampun Tuanku, hamba tidak mengetahui jalan menuju kerajaan Gasib. Hamba penduduk baru negeri ini.”
Raja Aceh tahu kalau pemuda itu berbohong, dipanggillah pengawalnya untuk menghajar pemuda itu. Karena tak tahan, pemuda itu pun kemudian menunjukkan jalan menuju kerajaan Gasib.
Raja Aceh kemudian melanjutkan perjalanan menuju perkampungan sekitar kerajaan. Pasukannya membunuh setiap warga yang ia temui di jalan yang dilaluinya. Sungguh, perbuatannya teramat kejam. Akhirnya,  sampailan mereka  di istana.  Raja Aceh pun berhasil menculik Putri Kaca Mayang. Melihat hal ini, Raja Gasib tidak bisa berbuat apa-apa karena ini semua di luar dugaannya.
Berita ini pun kemudian sampai di telinga Panglima Gimpam. Bukan main marah dan murkanya panglima Gimpam. Panglima pun segera menuju kerajaan. Betapa sedih dan dendamnya panglima Gimpam, negerinya dirusak oleh pasukan Raja Aceh. Panglima Gimpam pun bersumpah akan membalas dendam dan akan membawa sang putri kembali ke istana.
Berangkatlah panglima Gimpam. Kedatangannya  disambut dengan Raja Aceh rupanya dengan pengawalan dua ekor gajah yang sangat besar. Raja Aceh tidak mengetahui kehebatan panglima Gimpam yang bisa menundukkan hewan, hingga panglima berhasil masuk ke kerajaan Aceh,
“Wahai raja Aceh kembalikan sang Putri kepada kami  atau kerajaan ini akan porak-poranda!”
“Baiklah akan saya kembalikan Putri Kaca Mayang!”kata Raja Aceh. “Kau memang hebat panglima Gimpam setelah kulihat denganmata kepalaku sendiri.”
Raja Aceh yang mengakui juga kehebatan panglima Gimpam, akhirnya menyerahkan sang putri kepada panglima Gimpam yang dalam keadaan sakit akibat penculikan itu. Pulanglah panglima Gimpam bersama sang putri dan pasukannya.
Dalam perjalanan, rupanya angin laut sangat kencang membuat Putri Kaca Mayang tidak bisa bernafas. Dari waktu ke waktu, sakitnya semakin parah. Putri pun berucap kepada panglima Gimpam sesampai mereka di sungai Kantan.
Dengan suara lemahnya putri berkata, “Panglima aku sudah tidak kuat lagi menahan sakit ini sampai menuju istana. Sampaikan maafku pada ayahanda Gasib dan semua keluarga istana,” ucap sang putri dengan suara yang semakin parau. Belum sempat panglima Gimpam berucap sang putri memejamkan matanya. Putri Kaca Mayang menghembuskan nafas terakhirnya di perairan Sungai Kuantan.
Betapa sedinya panglima Gimpam dan merasa bersalah tidak berhasil membawa Putri Kaca Mayang dalam keadaan hidup. Raja Gasib dan keluarga istana serta seluruh penduduk negri merasa berduka atas meninggalnya sang putri raja. Sang Putri Kaca Mayang akhirnya dimakamkan di dekat kerajaan Gasib.
Sejak kehilangan  putri tercintanya raja Gasib merasakan kesedihan yang dalam. Akhirnya raja Gasib memutuskan meninggalkan kerajaan, menyepi di gunung Ledeng, Malaka.
“Wahai panglimaku, aku memutuskan akan meninggalkan kerajaan ini untuk mengapus bayang-bayang terhadap putriku tercinta. Maka aku akan menyepi ke Gunung Ledeng. Jagalah kerajaan ini dengan bai!” begitu titah terakhir sang Raja kepada Panglima Gimpam.
Panglima Gimpam sangat bersedih karena Raja Gasib akan meninggalkan kerajaan. ”Baginda raja, kalau itu keputusan Baginda. Hamba akan laksanakan amanah yang Baginda berikan dan akan hamba jaga dengan baik kerajaan ini,” kata Gimpam.
Sementara kerajaan dititipkan kepada panglima kepercayaannya, pergilah raja Gasib menuju penyepiannya. Sekian lama ditinggalkan raja Gasib yang tak kunjung kembali dan kerajaan juga aman maka Panglima Gimpam pun mengambil keputusan akan meninggalkan kerajaan juga. Walaupun kerajaan itu sudah dititpkan padanya, tetapi Panglima tidak mau mengambil kesempatan menguasai kerajaan. Panglima Gimpam tidak mau bahagia di atas penderitaan orang lain.
Panglima Gimpam membuka lahan baru, di sebuah perkampungan baru, yang dinamainya Pekanbaru.
Hingga kini nama itu digunakan sebagai salah satu ibukota di Propinsi Riau yaitu kota Pekanbaru. Sampai akhirnya Panglima Gimpam juga wafat dan makamnya tidak jauh dari Pekanbaru sekitas 20 meter yang berada di Hulu Sail (daerah Pekanbaru).
- See more at: http://azam-riau.blogspot.com/2013/10/putri-kaca-mayang.html#sthash.D9kcfa5E.dpuf
Alkisah ada sebuah kerajaan yang bernama Gasib. Kerajaan ini dipimpin oleh rajanya yang  bernama raja Gasib. Raja Gasib mempunyai seorang putri yang cantik jelita bernama Putri Kaca Mayang serta seorang panglima yang tangguh bernama Panglima Gimpam.
Kecantikan putri tersohor sampai ke berbagai negri,  tetapi tak ada satu pun yang berani melamar sang putri, karena Raja Gasib sangat disegani di kalangan raja-raja. Kecantikan putri Kaca Mayang, terdengar sampai ke telinga Raja Aceh.  Raja Aceh pun berniat  meminang sang putri. Maka, dipanggillah dua orang panglimanya untuk menyampaikan niatnya ke pada sang putri.
“Wahai panglimaku,” kata Raja Aceh, “Pergilah kalian ke kerajaan Gasib, sampaikan niatku yang ingin mempersunting putri Kaca Mayang.”
“Baik, Banginda Raja,  titah Baginda hamba laksanakan.”
Maka, berangkatlah dua utusan ini ke kerajaan Gasib. Akhirnya, sampailah mereka di kerajaan langsung menghadap Raja Gasib.
“Maaf baginda Raja Gasib yang bijaksana. Hamba utusan dari Kerajaan Aceh, ingin menyampaikan niat raja kami yang ingin mempersunting putri tuanku Baginda, Putri Kaca Mayang.”
“Wahai Panglima Raja Aceh, sampaikan kepada Raja kalian, bahwa saya tidak bisa menerima pinangan Raja kalian. Putri Kaca Mayang belum bersedia untuk dipersunting siapa pun. Sampaikan maaf saya kepada raja kalian,” sahut Raja Gasib dengan wibawanya.
Berangkatlah pulang dua utusan ini dan menyampaikan semua yang disampaikan Raja Gasib. Raja Aceh sangat marah dan merasa terhina atas penolakan lamaran ini. Maka, Raja Aceh yang memiliki sifat yang sombong berniat akan menculik sang putri dan memporakporandakan Kerajaan Gasib. Pasukan pun dipersiapkan untuk menyerang kerajaan Gasib.
Raja Gasib yang mengetahui kelicikan dan perangai Raja Aceh juga mempersiapkan pasukannya. Raja Gasib tahu akan ada penyerangan atas penolakan lamaran itu, dipanggillah panglima kebanggaannya.
”Wahai, Panglimaku Gimpam! Untuk menjaga kemungkinan serangan dari kerajaan Aceh, kamu saya utuskan menjaga di Kuala Gasib daerah Sungai Siak.“
“Hamba laksanakan titah Baginda Raja,” kata Panglima Gimpam.
Lalu berangkatlah Panglima Gimpan ke daerah Sungai Siak.
Rupanya, mata-mata raja Aceh ada di kerajaan Gasib. Raja Aceh mengetahui bahwa di kerajaan tidak dijaga panglima yang terkenal sakti itu. Raja Aceh pun mengatur strategi jahatnya.
Karena tidak mengetahui jalan kekerajaan Gasib, raja Aceh menemui seorang warga kerajaan di jalan. Bertanyalah Raja Aceh,”Hai, Anak muda,  tahukah kamu jalan menuju kerajaan Gasib?”
Karena melihat pasukan yang ramai berarti ingin menyerang kerajaan Gasib, pemuda inipun menjawab dengan berbohong,  “Ampun Tuanku, hamba tidak mengetahui jalan menuju kerajaan Gasib. Hamba penduduk baru negeri ini.”
Raja Aceh tahu kalau pemuda itu berbohong, dipanggillah pengawalnya untuk menghajar pemuda itu. Karena tak tahan, pemuda itu pun kemudian menunjukkan jalan menuju kerajaan Gasib.
Raja Aceh kemudian melanjutkan perjalanan menuju perkampungan sekitar kerajaan. Pasukannya membunuh setiap warga yang ia temui di jalan yang dilaluinya. Sungguh, perbuatannya teramat kejam. Akhirnya,  sampailan mereka  di istana.  Raja Aceh pun berhasil menculik Putri Kaca Mayang. Melihat hal ini, Raja Gasib tidak bisa berbuat apa-apa karena ini semua di luar dugaannya.
Berita ini pun kemudian sampai di telinga Panglima Gimpam. Bukan main marah dan murkanya panglima Gimpam. Panglima pun segera menuju kerajaan. Betapa sedih dan dendamnya panglima Gimpam, negerinya dirusak oleh pasukan Raja Aceh. Panglima Gimpam pun bersumpah akan membalas dendam dan akan membawa sang putri kembali ke istana.
Berangkatlah panglima Gimpam. Kedatangannya  disambut dengan Raja Aceh rupanya dengan pengawalan dua ekor gajah yang sangat besar. Raja Aceh tidak mengetahui kehebatan panglima Gimpam yang bisa menundukkan hewan, hingga panglima berhasil masuk ke kerajaan Aceh,
“Wahai raja Aceh kembalikan sang Putri kepada kami  atau kerajaan ini akan porak-poranda!”
“Baiklah akan saya kembalikan Putri Kaca Mayang!”kata Raja Aceh. “Kau memang hebat panglima Gimpam setelah kulihat denganmata kepalaku sendiri.”
Raja Aceh yang mengakui juga kehebatan panglima Gimpam, akhirnya menyerahkan sang putri kepada panglima Gimpam yang dalam keadaan sakit akibat penculikan itu. Pulanglah panglima Gimpam bersama sang putri dan pasukannya.
Dalam perjalanan, rupanya angin laut sangat kencang membuat Putri Kaca Mayang tidak bisa bernafas. Dari waktu ke waktu, sakitnya semakin parah. Putri pun berucap kepada panglima Gimpam sesampai mereka di sungai Kantan.
Dengan suara lemahnya putri berkata, “Panglima aku sudah tidak kuat lagi menahan sakit ini sampai menuju istana. Sampaikan maafku pada ayahanda Gasib dan semua keluarga istana,” ucap sang putri dengan suara yang semakin parau. Belum sempat panglima Gimpam berucap sang putri memejamkan matanya. Putri Kaca Mayang menghembuskan nafas terakhirnya di perairan Sungai Kuantan.
Betapa sedinya panglima Gimpam dan merasa bersalah tidak berhasil membawa Putri Kaca Mayang dalam keadaan hidup. Raja Gasib dan keluarga istana serta seluruh penduduk negri merasa berduka atas meninggalnya sang putri raja. Sang Putri Kaca Mayang akhirnya dimakamkan di dekat kerajaan Gasib.
Sejak kehilangan  putri tercintanya raja Gasib merasakan kesedihan yang dalam. Akhirnya raja Gasib memutuskan meninggalkan kerajaan, menyepi di gunung Ledeng, Malaka.
“Wahai panglimaku, aku memutuskan akan meninggalkan kerajaan ini untuk mengapus bayang-bayang terhadap putriku tercinta. Maka aku akan menyepi ke Gunung Ledeng. Jagalah kerajaan ini dengan bai!” begitu titah terakhir sang Raja kepada Panglima Gimpam.
Panglima Gimpam sangat bersedih karena Raja Gasib akan meninggalkan kerajaan. ”Baginda raja, kalau itu keputusan Baginda. Hamba akan laksanakan amanah yang Baginda berikan dan akan hamba jaga dengan baik kerajaan ini,” kata Gimpam.
Sementara kerajaan dititipkan kepada panglima kepercayaannya, pergilah raja Gasib menuju penyepiannya. Sekian lama ditinggalkan raja Gasib yang tak kunjung kembali dan kerajaan juga aman maka Panglima Gimpam pun mengambil keputusan akan meninggalkan kerajaan juga. Walaupun kerajaan itu sudah dititpkan padanya, tetapi Panglima tidak mau mengambil kesempatan menguasai kerajaan. Panglima Gimpam tidak mau bahagia di atas penderitaan orang lain.
Panglima Gimpam membuka lahan baru, di sebuah perkampungan baru, yang dinamainya Pekanbaru.
Hingga kini nama itu digunakan sebagai salah satu ibukota di Propinsi Riau yaitu kota Pekanbaru. Sampai akhirnya Panglima Gimpam juga wafat dan makamnya tidak jauh dari Pekanbaru sekitas 20 meter yang berada di Hulu Sail (daerah Pekanbaru).
- See more at: http://azam-riau.blogspot.com/2013/10/putri-kaca-mayang.html#sthash.D9kcfa5E.dpuf

Makam Putri Kaca Mayang

Udah pernah dengar nama Putri Kaca Mayang kan?? Kalau belum mesti bukan orang Riau namanya.. Ya Cerita Putri Kaca Mayang kita dengar di pelajaran pada saat duduk dibangku SD. Khususnya di daerah Riau dan sekitarnya. Di Pekanbaru, juga ada taman bermain bernama Kaca Mayang. Mungkin sekarang sudah tidak beroperasional lagi. Kecuali dihari hari besar tertentu. Nah bagi yang lupa ntar Saya coba ingatin lagi point ceritanya Putri Kaca Mayang ini. Soalnya ada berbagai macam versi cerita. 
Tadi tepat di hari Rabu tanggal 19 Februari 2014, Saya dan tiga orang teman kantor, pergi ke makam Putri Kaca Mayang ini. Kebetulan dikantor belum ada kerjaan, kebetulan juga pada malam sebelumnya sempat cerita cerita warung kopi mengenai masalah ini. Ya udah, sehabis jam makan siang kita kabur. Hehe.... Lokasi makam ini terletak di Kecamatan Koto Gasib Kabupaten Siak Sri Indrapura Riau. Dari jalan raya Koto Gasib - Siak dapat kita jumpai plang petunjuk arah. Dari situ masih 10 km lagi menuju lokasi. Lokasi nya berada dalam perkebunan sawit milik PT. Kimia Tirta Utama. Untuk sampai kesana harus melewati pos penjagaan milik perkebunan. Akses jalan menuju kesana lumayan rumit. Tidak ada plang petunjuk arah agar sampai dilokasi makam. Jalanan tanah base kerikil berdebu cukup membuat mobil sulit dikendalikan. Dari ujung jalan besar sampai lokasi makam butuh waktu sekitar 30 menit pake nyasar dan tanya tanya. Asli membingungkan. Kiri kanan hanya pohon kelapa sawit yang kita jumpai. Tidak jauh dari PKS (Pabrik Kelapa Sawit) barulah kita bisa sampai di makam Putri Kaca Mayang. 
Nah, begitulah tampak makam Putri Kaca Mayang ini. Saya akan coba sedikit ceritakan kisah Putri Kaca Mayang. Putri Kaca Mayang ialah seorang putri dari Kerajaan yang bernama Kerajaan Gasib. Kecantikan Putri Kaca Mayang terkenal sampai keseluruh polosok negeri konon kabarnya. Pada saat itu, terdengarlah berita tersebut sehingga Raja dari Kerajaan Aceh ingin meminangnya. Namun pinangan itu tidak diterima oleh Raja Gasib. Dikarenakan pinangan tersebut ditolak, hal ini membuat Raja Aceh marah besar. Mereka diam diam menyerbu dan menghancurkan Kerajaan Gasib serta membawa kabur sang Putri. Panglima Kerajaan Gasib terkejut mendengar hal ini. Karena pada saat Kerajaan Gasib diserang, Panglima tidak berada ditempat. Panglima marah dan berjanji pada Raja untuk menjemput sang Putri. Pada akhirnya Panglima Gimbam yang sakti beserta pengawalnya berangkatlah menuju Kerajaan Aceh. Sesampainya di Kerajaan Aceh mereka akhirnya berhasil mendapatkan kembali sang Putri. Raja Aceh mengakui kalau Panglima Gimbam adalah orang yang sakti mantra guna. Diperjalanan pulang, sang Putri dalam keadaan sakit. Belum sampai di Gasib. Putri Kaca Mayang pun meninggal dunia.  Dengan meninggalnya beliau, Raja Gasib pun sedih dan telah menyiapkan makam untuknya. Kesedihan Raja semakin hari semakin mendalam. Untuk menghilangkan bayangan tentang putri yang dicintainya, ia pun pergi menyepi dan meninggalkan kerajaan ke Gunung Ledang Malaka. Untuk sementara waktu pemerintahan kerajaan dijalankan oleh panglima. Namun tak berapa lama, panglima pun berniat meninggalkan kerajaan karena beliau merasa tidak pantas untuk memimpin Kerajaan Gasib. Panglima Gimbam akhirnya pergi dan membuka perkampungan baru yang dinamakan dengan Pekanbaru.

Rabu, 26 November 2014

Candi Pulo - Padang Lawas Utara, Sumatera Utara

inilah foto peninggalan candi fulo di belakang saya



  foto di belakang saya ini adalah pecahan  candi fulo



foto dibelakang saya ini adalah candi  fulo  tp candinya udah hancur.. tidak bisa lagi di naik ki




Candi Pulo ini juga termasuk salah satu bagian dari kawasan candi di Padang Lawas Utara yang tidak terawan, candi ini juga merupakan tempat pemujaan umat hindu, bahkan usia candi ini saya prediksi jauh lebih tua dari candi yang lain melihat keadaannya yang sudah hancur lebur tidak seperti candi yan lain dapat dipugar karena candi yang lain bentuk aslinya masih kelihatan. Candi ini terletak di Desa Bahal Kecamatan Portibi, Kabupaten Padang Lawas Utara. Bangunan Candi Pulo terbuat dari bahan bata berdenah persegi panjang dengan ukuran sekitar 4 X 9 meter dengan tinggi bangunan yang tersisa adalah sekitar 2 meter.  Tangga bangunan diperkirakan terletak di sisi utara. Di tiap-tiap sisi terdapat relief motif sulur-suluran. Selain itu di bagian tersebut juga terdapat relief banteng bertubuh manusia, relief manusia dengan mata melotot dan relief manusia dengan kepala gajah. Candi ini masih dalam tahap pemugaran bersana dengan candi Sipamutung.

Para peneliti mengungkapkan bahwa candi di desa Bahal ini adalah tiga di antara 26 runtuhan candi yang tersebar seluas 1.500 km² di situs percandian Padanglawas, yang berarti candi-candi yang terletak di padang luas yang mencakup, di antaranya:
Candi Pulo
Candi Barumun
Candi Singkilon
Candi Sipamutung
Candi Aloban
Candi Rondaman Dolok
Candi Bara
Candi Magaledang
Candi Sitopayan
Candi Nagasaribu.

Kemungkinan, persawahan dan perkampungan di sekitar candi-candi tersebut tadinya merupakan padang yang sangat luas. Dari sekian banyak candi Padanglawas hanya Candi Bahal yang sudah selesai dipugar, Candi Sipamutung dan Candi Pulo sedang dalam proses renovasi, sedangkan candi lainnya masih berupa reruntuhannya.







perjalan saya mengupas candi bahal

Candi Bahal di Sumatera

Candi di Pulau Sumatra tidak sebanyak yang terdapat di Pulau Jawa. Kebanyakan candi di Sumatra terletak di lokasi yang cukup jauh dari kota, sehingga tidak banyak wisatawan yang berkunjung ke sana. Sebagian besar candi di Sumatra, yang telah diketahui keberadaannya, berada di provinsi Sumatra Utara, khususnya di Kabupaten Mandailing Natal dan Tapanuli Selatan. Sangat sedikit informasi yang diketahui tentang keberadaan candi-candi tersebut. Di samping itu, umumnya lokasi candi cukup jauh dari kota, sehingga tidak banyak orang yang mengetahui keberadaannya atau berkunjung ke sana. Di Simangambat dekat Siabu, Sumatra Utara, misalnya, terdapat reruntuhan candi Syiwa.  Diduga candi tersebut dibangun pada abad ke-8. Untuk mengetahui lebih banyak mengenai reruntuhan candi ini masih perlu dilakukan penelitian dan penggalian. Kawasan lain di Sumatra Utara yang dikenal mempunyai banyak candi ialah kawasan Padang Lawas, yang mencakup Kecamatan Sipirok, Sibuhuan, Sosopan, Sosa, dan Padang Bolak. Di kawasan ini terdapat belasan reruntuhan candi Hindu yang kesemuanya terletak tidak jauh dari sungai. Sebagian besar terdapat di Kecamatan Padang Bolak. Tidak banyak yang diketahui tentang reruntuhan candi tersebut. Diduga candi-candi tersebut dibangun pada masa pemerintahan Kerajaan Panei pada abad ke-11 M. Di antara candi-candi di kawasan Padang Lawas, yang paling dikenal adalah Candi Bahal yang terletak di Desa Bahal. Candi ini telah diketahui keberadaannya sejak zaman Belanda. Pemerintah Belanda menamakannya Candi Portibi (kata portibi dalam bahasa Batak berarti dalam dunia ini). Di kompleks Candi Bahal terdapat tiga bangunan candi yang telah direnovasi, yaitu Candi Bahal I, Bahal II dan Bahal III. Ketiga candi tersebut terletak pada satu garis lurus. Walaupun telah mengalami pemugaran, banyak bagian candi yang sudah tidak ditemukan lagi sehingga harus diganti dengan batu bata. Candi  lain di kawasan ini, yang sudah mengalami pemugaran adalah Candi Sipamutung. Candi ini merupakan kompleks percandian  yang cukup besar dan terdiri dari beberapa bangunan, namun hampir tidak ada informasi tertulis yang bisa didapat tentang candi ini. Di Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi, juga terdapat beberapa candi, di antaranya adalah  Candi Astano, Candi Tinggi dan Candi Gumpung, Candi Kembar baru, Candi Gedong, Candi Kedaton, dan Candi Kota Mahligai. Bentuk bangunan candi dan sisa artikel bersejarah yang dijumpai  Muaro Jambi menunjukkan bahwa bangunan ini berlatar belakang Hinduisme dan diperkirakan dibangun  pada abat ke-4 sampai dengan ke-5 M. Candi yang cukup besar dan terkenal di Sumatra adalah Candi Muara Takus yang terletak di Provinsi Riau, tepatnya di Desa Muara Takus, Kecamatan Tigabelas Koto, Kabupaten Kampar. Di dekat hulunya, Sungai Kampar bercabang dua menjadi Sungai Kampar Kanan dan Kampar Kiri. Di pinggir Sungai Kampar Kanan inilah letak Desa Muara Takus. Bangunan candi Muara Takus sebagian besar dibuat dari batu bata merah. Berbeda dengan reruntuhan candi lain yang ditemukan di Sumatra Utara, Candi Muara Takus merupakan candi Buddha. Keberadaan candi diduga mempunyai kaitan erat dengan Kerajaan Sriwijaya dan juga dapat dijadikan petunjuk bahwa Muara Takus pernah berfungsi sebagai pelabuhan kapal. Hal itu dimungkinkan mengingat orang Sriwijaya adalah pelaut-pelaut yang tangguh yang mampu melayari Sungai Kampar sampai jauh ke arah hulu. Berdasarkan catatan I-Ching, ada yang memperkirakan daerah Muara Takus merupakan Ibukota Kerajaan Sriwijaya atau paling tidak sebagai kota pelabuhan yang pernah jadi salah satu pusat belajar agama Buddha, tempat menimba ilmu para musafir dari Cina, India, dan negara-negara lainnya.
 
 
 
ini gambar  dari samping candi   strukturnya masih bagus dan terawat..tp sayang pengunjung    tidak rame meskipun hari libur... karna kendali ke daerah sana kurang bagus     jalan masih rusak..
 
Candi Bahal
 
    
Candi Bahal berlokasi di Desa Bahal, Kecamatan Padang Bolak, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, yaitu sekitar 3 jam perjalanan dari Padangsidempuan.  Candi ini merupakan kompleks candi (dalam istilah setempat disebut biaro) yang terluas di provinsi Sumatra Utara, karena arealnya melingkupi kompleks Candi Bahal I, Bahal II dan Bahal III. Candi Bahal hanya merupakan bagian dari candi-candi Padanglawas yang berarti candi-candi yang terletak di padang luas yang mencakup, di antaranya: Candi Pulo, Candi Barumun, Candi Singkilon, Candi Sipamutung, Candi Aloban, Candi Rondaman Dolok, Candi Bara, Candi Magaledang, Candi Sitopayan dan Candi Nagasaribu.  Kemungkinan,  persawahan dan perkampungan  di sekitar  candi-candi tersebut  tadinya merupakan padang yang sangat luas. Dari sekian banyak candi Padanglawas  hanya Candi Bahal yang sudah selesai direnovasi, Candi Sipamutung dan candi Pulo sedang dalam proses renovasi, sedangkan candi lainnya masih berupa reruntuhannya. Tidak diketahui apakah Candi Bahal merupakan candi Hindu atau Candi Buddha. Menilik atap Candi Bahal I yang mirip dengan bentuk atap Candi Mahligai di Muara Takus (Riau) diduga Candi Bahal merupakan Candi Buddha. Akan tetapi, melihat arca-arca batu yang ditemukan di tempat tersebut, seperti arca kepala makara, arca Ganesha, raksasa, dsb., diperkirakan Candi ini merupakan candi Hindu atau Buddha Tantrayana. Fungsi candi Bahal pada masa lalu juga belum diketahui dengan pasti, walaupun penduduk di sekitar menyebutnya “biaro” yang berarti biara. Kompleks Candi Bahal terdiri dari tiga buah candi, yang masing-masing terpisah dengan jarak sekitar 500 meter. Beberapa kilometer dari candi ini ada pula kompleks candi lain, yaitu kompleks Candi Pulo atau Barumun yang tengah dipugar. Candi Bahal seringkali disebut juga sebagai Candi Portibi, sesuai dengan sebutan untuk daerah tempat candi itu berada. Dalam beberapa hal,  terdapat kesamaan di antara Candi Bahal I, II maupun III. Seluruh bangunan di ketiga kompleks candi dibuat dari bata merah, kecuali arca-arcanya yang terbuat dari batu keras. Masing-masing kompleks candi dikelilingi oleh pagar setinggi dan setebal sekitar 1 m  yang juga terbuat dari susunan bata merah. Di sisi timur terdapat gerbang yang menjorok keluar dan di kanan-kirinya diapit oleh dinding setinggi sekitar 60 cm. Di setiap kompleks candi terdapat  bangunan utama yang terletak di tengah halaman dengan pintu masuk tepat menghadap ke gerbang.